Pulau Bali, secara internasional dikenal sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di dunia. Keindahan alamnya yang memukau, mulai dari pantai-pantai eksotis hingga pegunungan yang menenangkan, serta keragaman budaya yang hidup, menjadikannya magnet bagi wisatawan dari berbagai negara (Bali Tourism Board, 2020). Bahkan, Perdana Menteri India, Pandit Jawaharlal Nehru, pernah menyebut Bali sebagai The Morning of The World. Julukan ini diberikan karena Bali dianggap sebagai simbol awal kehidupan yang penuh dengan keindahan dan kehangatan (Telegraph India, 2003).

Namun, Bali tidak hanya sekadar destinasi wisata alam atau budaya. Bali adalah tempat di mana filosofi hidup yang kuat, seperti Tri Hita Karana, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Filosofi ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hubungan kita dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam (Pitana, 2010).

Konsep Tri Hita Karana berasal dari bahasa Bali, yang artinya tiga penyebab kebahagiaan. Filosofi ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat tercapai jika seseorang mampu menciptakan harmoni dalam tiga aspek utama kehidupan:

  1. Parahyangan (Hubungan dengan Tuhan)
  2. Pawongan (Hubungan dengan sesama manusia)
  3. Palemahan (Hubungan dengan alam)

Filosofi ini sangat relevan dalam konteks kehidupan modern, di mana seringkali kita terjebak dalam rutinitas yang memisahkan kita dari kedamaian batin. Melalui penerapan Tri Hita Karana, Bali mengajarkan kita untuk kembali ke dasar kehidupan yang lebih sederhana dan lebih bermakna. Dengan menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam, kita dapat menemukan kedamaian sejati yang sesungguhnya (Pitana, 2010; Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, 2021).

Kalaway Institute memiliki kesempatan istimewa untuk mengunjungi Bali dan merasakan langsung penerapan konsep Tri Hita Karana. Dalam perjalanan ini, kami bertemu dengan beberapa tokoh penting yang berbagi wawasan tentang kehidupan yang harmonis sesuai dengan filosofi Bali. Melalui percakapan dengan Romo Venus, Bli Guswah, dan Ibu Therezia Triza Yusino, kami mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang penerapan nilai-nilai spiritual ini dalam kehidupan sehari-hari.

Percakapan dengan Romo Venus berkaitan dengan bagaimana seorang Katolik hidup di tanah Dewata, serta hubungan manusia dengan Tuhan yang terkait dengan konsep Parahyangan dalam Tri Hita Karana. Romo mengajarkan kami bahwa setiap tindakan dalam hidup memerlukan refleksi. Beliau menjelaskan bahwa refleksi adalah proses penting yang memungkinkan kita untuk menemukan inspirasi dan semangat baru. Dalam kehidupan yang serba cepat seperti sekarang ini, banyak orang yang lupa meluangkan waktu untuk refleksi, padahal hal tersebut sangat penting untuk menemukan arah hidup yang lebih jelas dan bermakna.

Percakapan dengan Ibu Therezia Triza Yusino memberikan kami banyak pelajaran berharga terkait dengan konsep Pawongan (hubungan dengan sesama manusia) dan bagaimana menghadapi tantangan hidup. Menurutnya, setiap tantangan adalah guru terbaik. Dengan perspektif ini, kita dapat melihat tantangan bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Ibu Therezia mengajarkan kami untuk memandang setiap masalah sebagai bagian dari perjalanan hidup yang penuh makna.

Percakapan dengan Bli Guswah, yang berkaitan dengan Palemahan (hubungan dengan alam), memberikan kami wawasan tentang arti ikhlas, kekuatan, dan kreativitas dalam menjaga alam. Sebagai Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), beliau menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga alam sebagai bagian dari filosofi Palemahan dalam Tri Hita Karana. Kekuatan untuk bertindak dengan ikhlas dan kreatif dalam merawat bumi adalah langkah penting untuk menciptakan keharmonisan antara manusia dan alam.

Liburan spiritual di Bali dengan penerapan Tri Hita Karana memberikan pengalaman yang mendalam dan bermakna. Bali bukan hanya sekadar tempat wisata, tetapi juga tempat di mana kita bisa menemukan harmoni dalam kehidupan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Melalui filosofi ini, Bali mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan dan menemukan kebahagiaan sejati.

Dengan memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai Tri Hita Karana, kita bisa mencapai kedamaian batin dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Bali dengan segala keindahan alam, budaya, dan spiritualitasnya, adalah tempat yang sempurna untuk melakukan perjalanan spiritual yang membawa perubahan positif dalam hidup.

Bali, 7 Desember 2024
Muhammad Awatarino
#BersamaWujudkanHarmoni

Referensi : 

Bali Tourism Board. (2020). Bali, the Island of the Gods.

The Telegraph India. (2021). Bali High: Hinduism Thrives on the Island Nehru Called the Morning of the World. Retrieved from https://www.telegraphindia.com/opinion/bali-high-hinduism-thrives-on-the-island-nehru-called-the-morning-of-the-world/cid/1018166#goog_rewarded.

Pitana, I. (2010). Tri Hita Karana – The Local Wisdom of the Balinese in Managing Development. In Trends and Issues in Global Tourism 2010 (pp. 139-150). DOI: 10.1007/978-3-642-10829-7_18.

Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng. (2021). Tri Hita Karana. Retrieved from https://disbud.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/56-tri-hita-karana.